Difusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983) mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation is communicated through certain channels overtime among the members of a social system). Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau
benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat.
Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh
sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung
apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda
tersebut.
Dari kedua padanan kata di atas, maka Difusi Inovasi
adalah suatu proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya
untuk merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu
tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut,
dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota
dari sistem sosial.
Tujuan utama dari difusi inovasi
adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu pengetahuan, tekhnologi, bidang
pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem sosial tertentu. Sistem sosial
dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi sampai kepada masyarakat.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN DIFUSI
INOVASI
Munculnya Teori Difusi Inovasi
dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped
Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu
inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu.
Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat
adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting
karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan
proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion
curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate
of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi
fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog,
Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung
hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini
memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah
satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of
adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when
plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori
Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi
mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan
bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori
Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of
Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication
of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang
menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya
menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan)
melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari
sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers
(1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through
certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh
dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat
khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau
dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new
idea from its source of invention or creation to its ultimate users or
adopters.”
C. ELEMEN DIFUSI INOVASI
Sesuai dengan
pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok,
yaitu:
(1)
Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan
individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia
adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak
harus baru sama sekali.
(2)
Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu
memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima.
Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak
yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat
dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk
mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi
yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
(3)
Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan
itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat
dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang:
relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan
pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(4)
Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut
teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup
signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara
lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi
suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel
yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut
inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi
(type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication
channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan
(5) peran agen perubah (change agents).
D. Tahapan dari Proses Pengambilan
Keputusan Inovasi
Sementara itu
tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1.
Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau
unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan
keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi
2.
Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3.
Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada
pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4.
Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5.
Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil
keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau
penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Kategori Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi
ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat
keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan
yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi,
yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan
adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.
Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan
ekonomi tinggi
2.
Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan
inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses
di dalam tinggi
3.
Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4.
Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau
tekanan social, terlalu hati-hati.
5.
Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.
Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders,sumberdaya terbatas.
Penerapan
dan keterkaitan teori
Pada
awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi
Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi
merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada
dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker
(1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan
sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur
dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan,
yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3)
konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan
atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru
dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah
suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan
inovasi.
Sejak
tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian
tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit.
Topik studi atau penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai
fenomena kontemporer yang berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun
menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi inovasi,seperti perspektif
ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu
definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain
dikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu
proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses
ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses
perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu
tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator,
inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa
dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan
dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination
of Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi
pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1. Dimensi Sumber (SOURCE)
diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung
jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2. Dimensi Isi (CONTENT)
yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga
termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3.
Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan
atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4.
Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk
dimaksud.
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama
(mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap
suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi
tertentu. Dalam komunikasi inovasi, proses komunikasi antara (misalnya penyuluh
dan petani) tidak hanya berhenti jika penyuluh telah menyampaikan inovasi atau
jika sasaran telah menerima pesan tentang inovasi yang disampaikan penyuluh.
Namun seringkali (seharusnya) komunikasi baru berhenti jika sasaran (petani)
telah memberikan tanggapan seperti yang dikehendaki penyuluh yaitu berupa
menerima atau menolak inovasi tersebut.
Dalam proses difusi inovasi, komunikasi memiliki peranan
penting menuju perubahan sosial sesuai dengan yang dikehendaki. Rogers dan Floyed
Shoemaker (1987) menegaskan bahwa “difusi merupakan tipe komunikasi khusus,
yaitu mengkomunikasikan inovasi. Ini berarti kajian difusi merupakan bagian
kajian komunikasi yang berkaitan dengan gagasan-gagasan baru, sedangkan
pengkajian komunikasi meliputi semua bentuk pesan”. Jadi jika yang
dikomunikasikan bukan produk inovasi, maka kurang lazim disebut sebagai difusi.
Teori difusi inovasi sangat penting dihubungkan dengan
penelitian efek komunikasi. Dalam hal ini penekannya adalah efek komunikasi
yaitu kemampuan pesan media dan opinion leader untuk menciptakan pengetahuan,
ide dan penemuan baru dan membujuk sasaran untuk mengadopsi inovasi tersebut.
E. Tokoh Pemikir dan Buah
Pikirannya dari Berbagai Asumsi Dasar
Teori dan penelitian-penelitian
komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut :
a. Model Lasswell
Salah satu teoritikus komunikasi massa yang pertama dan
paling terkenal adalah Harold Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948
mengemukakan model komunikasi yang sederhana dan sering dikutif banyak orang
yakni: Siapa (Who), berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in
which channel), kepada siapa (to whom) dan
pengaruh seperti apa (what that
effect) (Littlejhon, 1996).
b. Komunikasi dua tahap dan pengaruh
antar pribadi.
Teori ini berawal dari hasil penelitian Paul Lazarsfeld dkk
mengenai efek media massa dalam kampanye pemilihan umum tahun 1940. Studi ini
dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus bekerja dalam menghasilkan efek
media massa. Namun hasil penelitian menunjukan sebaliknya. Efek media massa
ternyata rendah dan asumsi stimulus respon tidak cukup menggambarkan realitas
audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan menentukan pendapat
umum.
1)
Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari
kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
2) Respon dan rekasi terhadap pesan dari media tidak akan
terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi
oleh hubungan-hubungan sosial tersebut.
3) Ada dua proses yang langsung, yang pertama mengenai penerima dan perhatian, yang kedua berkaitan dengan espon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau menyampaikan informasi.
3) Ada dua proses yang langsung, yang pertama mengenai penerima dan perhatian, yang kedua berkaitan dengan espon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau menyampaikan informasi.
4) Individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye
media, melainkan memiliki berbagai peran yang berbeda dalam proses komunikasi,
dan khususnya dapat dibagi atas mereka yang secara aktif menerima dan
meneruskan/enyebaran gagasan dari media, dan mereka yang sematamata hanya mengandalkan
hubungan personil dengan orang lain sebagai penentunya.
5) individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka
pendapat) ditandai oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat
pergaulan yang lebih tinggi, anggapan bahwa didinya berpengaruh terhadap orang
lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi dan panutan.
c. Uses and Gratifications (Kegunaan dan Kepuasan)
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan
Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran
aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna
media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha
mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya.
Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan
kebutuhannya.
Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam
Bungin, 2007): (1) Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2)
berbagai kombinasi antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3)
struktur masyarakat, termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai
percampuran personal individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan
tersebut, yang menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian
persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan (8) perbedaan
pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat
memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus
akan memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik,
kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
d. Uses and Effects
Pertama kali dikemukakan Sven Windahl (1979), merupakan
sintesis antara pendekatan uses and gratifications dan teori tradisional mengenai
efek. Konsep use (penggunaan) merupakan bagian yang sangat penting atau pokok
dari pemikiran ini. Karena pengetahuan mengenai penggunaan media akan
memberikan jalan bagi pemahaman dan perkiraan tentang hasil dari suatu proses
komunikasi massa. Penggunaan media dapat memiliki banyak arti. Ini dapat
berarti exposure yang semata-mata menunjuk pada tindakan mempersepsi. Dalam
konteks lain, pengertian tersebut dapat menjadi suatu proses yang lebih
kompleks, dimana isi terkait harapan-harapan tertentu untuk dapat dipenuhi,
fokus dari teori ini lebih kepada pengertian yang kedua.
e. Teori Agenda Setting
e. Teori Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw
(1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu
peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi
masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat,
terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat.
Model Konseptual Agenda Setting: Lihat McQuail & Windahl
(1993)
f. Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa
f. Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L.
DeFluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang
mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat
dari sifat masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai sistem
informasi yang memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan
konflik pada tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial.
No comments:
Post a Comment